Monday, November 2, 2009

Pengenalan Dasar Gamelan Indonesia



Salah satu alat musik kesenian Indonesia adalah Gamelan, gamelan merupakan ensembel musik yang biasanya menonjolkan metalofon, gambang, gendang, dan gong.
Istilah gamelan merujuk pada instrumennya / alatnya, yang mana merupakan satu kesatuan utuh yang diwujudkan dan dibunyikan bersama. Kata Gamelan sendiri berasal dari bahasa Jawa gamel yang berarti memukul / menabuh, diikuti akhiran an yang menjadikannya kata benda.
Orkes gamelan kebanyakan terdapat di pulau Jawa, Madura, Bali, dan Lombok di Indonesia dalam berbagai jenis ukuran dan bentuk ensembel. Di Bali dan Lombok saat ini, dan di Jawa lewat abad ke-18, istilah gong lebih dianggap sinonim dengan gamelan.

Kemunculan gamelan didahului dengan budaya Hindu-Budha yang mendominasi Indonesia pada awal masa pencatatan sejarah, yang juga mewakili seni asli indonesia. Instrumennya dikembangkan hingga bentuknya sampai seperti sekarang ini pada zaman Kerajaan Majapahit. Dalam perbedaannya dengan musik India, satu-satunya dampak ke-India-an dalam musik gamelan adalah bagaimana cara menyanikannya.
Dalam mitologi Jawa, gamelan dicipatakan oleh Sang Hyang Guru pada Era Saka, dewa yang menguasai seluruh tanah Jawa, dengan istana di gunung Mahendra di Medangkamulan (sekarang Gunung Lawu). Sang Hyang Guru pertama-tama menciptakan gong untuk memanggil para dewa. Untuk pesan yang lebih spesifik kemudian menciptakan dua gong, lalu akhirnya terbentuk set gamelan.[rujukan?]

Gambaran tentang alat musik ensembel pertama ditemukan di Candi Borobudur, Magelang Jawa Tengah, yang telah berdiri sejak abad ke-8. Alat musik semisal suling bambu, lonceng, kendhang dalam berbagai ukuran, kecapi, alat musik berdawai yang digesek dan dipetik, ditemukan dalam relief tersebut. Namun, sedikit ditemukan elemen alat musik logamnya. Bagaimanapun, relief tentang alat musik tersebut dikatakan sebagai asal mula gamelan.

Penalaan dan pembuatan orkes gamelan adalah suatu proses yang kompleks. Gamelan menggunakan empat cara penalaan, yaitu sléndro, pélog, "Degung" (khusus daerah Sunda, atau Jawa Barat), dan "madenda" (juga dikenal sebagai diatonis, sama seperti skala minor asli yang banyak dipakai di Eropa.

Sumber http://id.wikipedia.org/wiki/Gamelan
Stay Cool in
http://indonesiainface.blogspot.com
kunjungi juga Online Business guide , Gudang Hikmah

Readmore,.....

Wednesday, October 28, 2009

Istilah Dalam Seni Wayang Indonesia





Sahabat, Wayang adalah pertunjukan drama tradisional yang populer sekali di Indonesia. Lakon wayang biasanya berdasarkan cerita yang diambil dari epik Ramayana dan Mahabharata. Kedua epik ini asalnya dari India, tapi ceritanya sudah diubah orang Jawa dulu. Ada lakon lagi yang berdasarkan cerita Indonesia lama seperti cerita Kala Rau dan cerita Panji.

Di pulau Jawa dan Bali ada beberapa macam wayang. Yang paling terkenal adalah wayang kulit yang dimainkan dengan boneka wayang yang dibuat dari kulit. Boneka wayang yang dibuat dari kayu dipakai dalam pertunjukan wayang golek dan wayang klitik. Hanya wayang kulit yang biasanya dimainkan pada malam hari, kalau sudah gelap. Di belakang sebuah kelir, lampu dipasang. Orang yang menonton pertunjukan wayang kulit duduk di depan kelir. Mereka hanya bisa melihat bayangan boneka wayang. Satu pertunjukan wayang bisa makan waktu lama, sampai sembilan jam.

Sebuah pertunjukan wayang dimainkan oleh Ki Dalang, artinya tukang cerita. Dia selalu duduk di belakang kelir sedang memainkan wayang. Ki Dalang penting sekali karena dia yang memainkan semua boneka wayang dan menyuarakan teks mereka. Dia juga yang bernyanyi dan yang memimpin gamelan wayang.

Dalam satu set wayang ada beberapa ratus watak; ada yang baik, ada yang jahat. Yang baik selalu dimainkan di sebelah kanan dalang, dan yang jahat dimainkan di sebelah kiri dalang. Boneka wayang yang tidak dipakai dipasang di sebuah batang pohon pisang yang ada di depan Ki dalang. Di antara watak wayang yang terkenal adalah lima saudara Pandawa; nama mereka Yudisthira, Bima, Arjuna, Nakula dan Sadewa. Mereka tokoh cerita Mahabharata yang menceritakan perang saudara.

Alat musik yang paling penting dalam gamelan wayang adalah alat pukul yang namanya gender. Musik yang dimainkan berubah mengikuti cerita. Ki Dalang pakai pemukul kayu (cempala) dan kotak kayu besar, yang biasanya dipakai untuk menyimpan semua watak wayang, untuk memberitahu kepada pemain gamelan, musik macam apa yang harus dimainkan.

Stay Cool in http://indonesiainface.blogspot.com/
kunjungi juga Online Business guide , Gudang Hikmah Readmore,.....

Sejarah Seni Wayang Indonesia





Sahabat, Wayang merupakan salah satu bentuk teater tradisional yang paling tua. Pada masa pemerintahan Raja Balitung, telah ada petunjuk adanya pertunjukan wayang, yaitu yang terdapat pada prasasti Balitung dengan tahun 907 Masehi, yang mewartakan bahwa pada saat itu telah dikenal adanya pertunjukan wayang.

Prasasti berupa lempengan tembaga dari Jawa Tengah; Royal Tropical Institute, Amsterdam, contoh prasasti ini dapat dilihat dalam lampiran buku Claire Holt Art in Indonesia: Continuities and Changes,1967 terjemahan Prof.Dr.Soedarsono(MSPI-2000-hal 431).

Tertulis sebagai berikut:

Dikeluarkan atas nama Raja Belitung teks ini mengenai desa Sangsang, yang ditandai sebagai sebuah tanah perdikan, yang pelaksanaannya ditujukan kepada dewa dari serambi di Dalinan. Lagi setelah menghias diri dengan cat serta bunga-bunga para peserta duduk di dalam tenda perayaan menghadap Sang Hyang Kudur. “Untuk keselamatan bangunan suci serta rakyat” pertunjukan (tontonan) disakilan. Sang Tangkil Hyang sang (mamidu), si Nalu melagukan (macarita) Bhima Kumara, serta menari (mangigal) sebagai Kicaka; si Jaluk melagukan Ramayana; si Mungmuk berakting (mamirus) serta melawak (mebanol), si Galigi mempertunjukkan Wayang (mawayang) bagi para Dewa, melagukan Bhimaya Kumara.

Pentingnya teks ini terletak pada indikasi yang jelas bahwa pada awal abad ke-10, episode-episode dari Mahabharata dan Ramayana dilagukan dalam peristiwa-peristiwa ritual. Bhimaya Kumara mungkin sebuah cerita yang berhubungan dengan Bima boleh jadi telah dipertunjukan sebagai sebuah teater bayangan (sekarang: wayang purwa). Dari mana asal-usul wayang, sampai saat ini masih dipersoalkan, karena kurangnya bukti-bukti yang mendukungnya. Ada yang meyakini bahwa wayang asli kebudayaan Jawa dengan mengatakan karena istilah-istilah yang digunakan dalam pewayangan banyak istilah bahasa Jawa.

Dr.G.A.J.Hazeu, dalam detertasinya Bijdrage tot de Kennis van het Javaansche Tooneel (Th 1897 di Leiden, Negeri Belanda) berkeyakinan bahwa pertunjukan wayang berasal dari kesenian asli Jawa. Hal ini dapat dilihat dari istilah-istilah yang digunakan banyak menggunakan bahasa Jawa misalnya, kelir, blencong, cempala, kepyak, wayang. Pada susunan rumah tradisional di Jawa, kita biasanya akan menemukan bagian-bagian ruangan: emper, pendhapa, omah mburi, gandhok senthong dan ruangan untuk pertujukan ringgit (pringgitan), dalam bahasa Jawa ringgit artinya wayang. Bagi orang Jawa dalam membangun rumahpun menyediakan tempat untuk pergelaran wayang. Dalam buku Over de Oorsprong van het Java-ansche Tooneel - Dr.W Rassers mengatakan bahwa, pertunjukan wayang di Jawa bukanlah ciptaan asli orang Jawa. Pertunjukan wayang di Jawa, merupakan tiruan dari apa yang sudah ada di India. Di India pun sudah ada pertunjukan bayang-bayang mirip dengan pertunjukan wayang di Jawa.

Dr.N.J. Krom sama pendapatnya dengan Dr. W. Rassers, yang mengatakan pertunjukan wayang di Jawa sama dengan apa yang ada di India Barat, oleh karena itu ia menduga bahwa wayang merupakan ciptaan Hindu dan Jawa. Ada pula peneliti dan penulis buku lainnya yang mengatakan bahwa wayang berasal dari India, bahkan ada pula yang mengatakan dari Cina. Dalam buku Chineesche Brauche und Spiele in Europa - Prof G. Schlegel menulis, bahwa dalam kebudayaan Cina kuno terdapat pergelaran semacam wayang.

Pada pemerintahan Kaizar Wu Ti, sekitar tahun 140 sebelum Masehi, ada pertunjukan bayang-bayang semacam wayang. Kemudian pertunjukan ini menyebar ke India, baru kemudian dari India dibawa ke Indonesia. Untuk memperkuat hal ini, dalam majalah Koloniale Studien, seorang penulis mengemukakan adanya persamaan kata antara bahasa Cina Wa-yaah (Hokian), Wo-yong (Kanton), Woying (Mandarin), artinya pertunjukan bayang-bayang, yang sama dengan wayang dalam bahasa Jawa.

Meskipun di Indonesia orang sering mengatakan bahwa wayang asli berasal dari Jawa/Indonesia, namun harus dijelaskan apa yang asli materi wayang atau wujud wayang dan bagaimana dengan cerita wayang. Pertanyaannya, mengapa pertunjukan wayang kulit, umumnya selalu mengambil cerita dari epos Ramayana dan Mahabharata? Dalam papernya Attempt at a historical outline of the shadow theatre Jacques Brunet, (Kuala Lumpur, 27-30 Agustus 1969), mengatakan, sulit untuk menyanggah atau menolak anggapan bahwa teater wayang yang terdapat di Asia Tenggara berasal dari India terutama tentang sumber cerita. Paper tersebut di atas mencoba untuk menjelaskan bahwa wayang mempunyai banyak kesamaan terdapat di daerah Asia terutama Asia Tenggara dengan diikat oleh cerita-cerita yang sama yang bersumber dari Ramayana dan Mahabharata dari India. Sejarah penyebaran wayang dari India ke Barat sampai ke Timur Tengah dan ke timur umumnya sampai ke Asia Tenggara.

Di Timur Tengah, disebut Karagheuz, di Thailand disebut Nang Yai & Nang Talun, di Cambodia disebut Nang Sbek & Nang Koloun. Dari Thailand ke Malaysia disebut Wayang Siam. Sedangkan yang langsung dari India ke Indonesia disebut Wayang Kulit Purwa. Dari Indonesia ke Malaysia disebut Wayang Jawa. Di Malaysia ada 2 jenis nama wayang, yaitu Wayang Jawa (berasal dari Jawa) dan Wayang Siam berasal dari Thailand.

Abad ke-4 orang-orang Hindu datang ke Indonesia, terutama para pedagangnya. Pada kesempatan tersebut orang-orang Hindu membawa ajarannya dengan Kitab Weda dan epos cerita maha besar India yaitu Mahabharata dan Ramayana dalam bahasa Sanskrit. Abad ke-9, bermunculan cerita dengan bahasa Jawa kuno dalam bentuk kakawin yang bersumber dari cerita Mahabharata atau Ramayana, yang telah diadaptasi kedalam cerita yang berbentuk kakawin tersebut, misalnya cerita-cerita seperti: Arjunawiwaha karangan Empu Kanwa, Bharatayuda karangan Empu Sedah dan Empu Panuluh, Kresnayana karangan Empu Triguna, Gatotkaca Sraya karangan Empu Panuluh dan lain-lainnya. Pada jamannya, semua cerita tersebut bersumber dari cerita Mahabharata, yang kemudian diadaptasi sesuai dengan sejarah pada jamannya dan juga disesuaikan dengan dongeng serta legenda dan cerita rakyat setempat. Dalam mengenal wayang, kita dapat mendekatinya dari segi sastra, karena cerita yang dihidangkan dalam wayang terutama wayang kulit umumnya selalu diambil dari epos Mahabharata atau Ramayana. Kedua cerita tersebut, apabila kita telusuri sumber ceritanya berasal dari India. Mahabharata bersumber dari karangan Viyasa, sedangkan Epos Ramayana karangan Valmiki.

Peta Penyebaran Cerita Wayang dari Cina

(Lihat: buku Traditional Drama And Music of Southeast Asia - Edited by M.Taib Osman, Terbitan Dewan Bahasa dan Pustaka, Kuala Lumpur. Th. 1974)

Hal ini diperkuat fakta bahwa cerita wayang yang terdapat di Asia terutama di Asia Tenggara yang umumnya menggunakan sumber cerita Ramayana dan Mahabharata dari India. Cerita-cerita yang biasa disajikan dalam wayang, sebenarnya merupakan adaptasi dari epos Ramayana dan Mahabharata yang disesuaikan dengan cerita rakyat atau dongeng setempat. Dalam sejarahnya pertunjukan wayang kulit selalu dikaitkan dengan suatu upacara, misalnya untuk keperluan upacara khitanan, bersih desa, menyingkirkan malapetaka dan bahaya. Hal tersebut sangat erat dengan kebiasaan dan adat-istiadat setempat.

Dalam menelusuri sejak kapan ada pertunjukan wayang di Jawa, dapat kita temukan berbagai prasasti pada jaman raja-raja Jawa, antara lain pada masa Raja Balitung. Namun tidak jelas apakah pertunjukan wayang tersebut seperti yang kita saksikan sekarang. Pada masa pemerintahan Raja Balitung, telah ada petunjuk adanya pertunjukan wayang. Hal ini juga ditemukan dalam sebuah kakawin Arjunawiwaha karya Empu Kanwa, pada jaman Raja Airlangga dalam abad ke-11. Oleh karenanya pertunjukan wayang dianggap kesenian tradisi yang cukup tua. Sedangkan bentuk wayang pada pertunjukan di jaman itu belum jelas tergambar bagaimana bentuknya. Pertunjukan teater tradisional pada umumnya digunakan untuk pendukung sarana upacara baik keagamaan ataupun adat-istiadat, tetapi pertunjukan wayang kulit dapat langsung menjadi ajang keperluan upacara tersebut. Ketika kita menonton wayang, kita langsung dapat menerka pertunjukan wayang tersebut untuk keperluan apa. Hal ini dapat dilihat langsung pada cerita yang dimainkan, apakah untuk keperluan menyambut panen atau untuk ngruwat dan pertunjukan itu sendiri merupakan suatu upacara.

Sumber : dikutip dari http://wayangprabu.com
Readmore,.....